21 Maret, 2016

FIGURITAS KEPEMIMPINAN

Qur’an surat At-Taubah ayat 31:

31.  (“Mereka) orang-orang Yahudi (menjadikan orang-orang alimnya) para pemuka agama dan ulama ahli Taurat (Rabbi) bagi orang-orang kafir Yahudi (dan rahib-rahib mereka) pendeta Nasrani Unitarian, para biarawan dan para pejabat gereja Nasrani Trinitas Kristen dan Katolik, yaitu Paus, Kardinal, Uskup dan Pastor bagi umat Katolik dan pendeta bagi umat Kristen (sebagai “tuhan” selain Allah, dan juga mereka) orang-orang Nasrani Trinitas (mempertuhankan Al-Masih putra Maryam) Nabi Isa as (padahal mereka hanya diperintahkan menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan) yang berhak disembah (selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”).

Adi adalah kepala suku Thai, putra Hatim Ath-Thai, semasa hidupnya, kedermawaan Adi bin Hatim sangat terkenal. “Ketika aku mengetahui bahwa Rasuluilah saw berhijrah (ke Madinah), aku sangat tidak menyukai hijrah itu dengan kebencian yang amat sangat. Aku pun pergi hingga ke Negeri Romawi. Katanya: “Aku tidak menyukai tempatku di situ lebih sangat daripada ketidaksenanganku terhadap hijrahnya Rasulullah saw. Saat Adi mendengar berita dakwah Rasulullah saw, ia tidak menyukainya. Lalu Adi bin Hatim berangkat ke Negeri Madinah, ketika itu, Adi bin Hatim masih menjadi penganut Ar-Rukuusiyah (gabungan agama Nasrani Trinitas dan shabiin). Kemudian Adi bin Hatim datang menjumpai Rasulullah saw dan Adi mengenakan kalung salib berwarna perak. Aku (Adi) berkata: “Demi Allah, mengapa tidak aku menemui lelaki itu? Jika orang ini seorang raja atau pendusta, maka hal itu tidaklah memudharatiku, dan jika orang ini seorang yang benar (nabi), maka aku harus mengikutinya.” Aku pun menemui beliau, ketika aku tiba di Madinah, orang banyak berkata, “Adi bin Hatim datang! Adi bin Hatim datang!” Aku pun masuk menemui Rasulullah saw, kemudian Rasulullah saw menyeru Adi bin Hatim agar memeluk Islam dan beliau bersabda kepadaku: “Wahai Adi bin Hatim, masuklah ke dalam Islam, niscaya kamu akan selamat.” Beliau mengucapkannya tiga kali. Kujawab: “Aku telah beragama.” 

Sabda Rasulullah saw: “Aku lebih mengetahui tentang agamamu dari pada dirimu sendiri.” 

Aku bertanya: “Kamu lebih mengetahui agamaku daripada aku?” 

Rasulullah saw bersabda:

“Ya, bukankah kamu berasal dan kalangan penganut Ar-Rukuusiyah? Dan kamu memakan seperempat dari rampasan perang kaummu?”

Aku menjawab: “Benar.”

Lanjut beliau saw: “Sedangkan harta itu adalah haram bagimu menurut agamamu?” “Benar, jawabku.” Adi menerima seruan Rasulullah saw dengan suka hati seraya berkata: “Aku pandang wajah yang berseri-seri.”

Rasulullah saw bersabda:

“Orang-orang Yahudi, kaum yang dimurkai Allah dan orang-orang Nasrani, kaum yang sesat.”

Rasulullah saw lalu membacakan petikan ayat Al-Qur’an:

“Mereka menjadikan tokoh (pemuka) agama mereka dan para rahib sebagai ‘tuhan-tuhan’ selain Allah…,”

Mendengar petikan ayat tersebut, Adi langsung berkomentar: “Aku kira mereka (orang-orang kafir Yahudi dan Nasrani itu) tidak menyembah para rahib atau tokoh agama mereka.”

Dari Adi bin Hatim, Rasulullah saw menjawab dengan sabdanya:

“Meski mereka tidak menyembah (rukuk dan sujud), tetapi mereka menaati dan mengikuti para tokoh agama dan rahib mereka, yang menghalalkan apa yang diharamkan (menghalalkan daging babi dan daging-daging yang haram lainnya dan menghalalkan minuman yang memabukkan, menyembah Nabi Isa as, membunuh manusia tanpa alasan yang benar, orang-orang kafir Yahudi itu menjalankan praktek riba dengan bunga tinggi, bahkan renten dengan bunga berbunga kepada bangsa lain selain Bani Israil dan sebagainya) dan mengharamkan apa yang dihalalkan (tidak shalat, melarang shalat, tidak menunaikan zakat, tidak menyembelih binatang atas nama Allah, melarang khitan, melarang bercerai atas perintah Paulus yang diucapkan di dalam khotbah-khotbahnya, kemudian ditulis di dalam surat-suratnya kepada para jemaatnya, di dalam Injil Matius tulisannya yang diteruskan oleh pengikut-pengikutnya dan sebagainya). Itu adalah esensi (makna) penghambaan.” Hadits riwayat Ahmad.

    Ketika orang-orang Nasrani dan Yahudi menaati perintah dan larangan para tokoh agama dan rahib mereka, sama halnya dengan penyembahan. Seorang muslim yang mengikuti dan menaati seseorang yang jelas-jelas salah dan menyimpang dari kebenaran atau menaati dan mengikuti pendapatnya atau ajarannya 100% tanpa ditelaah atau diteliti lebih dahulu (contohnya: sangat patuh dan membenarkan semua perkataannya dan taat tanpa syarat kepada tokoh masyarakat atau pemimpin umat/kyai/ulama), sama halnya seperti orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani yang menjadikan para tokoh agama mereka sebagai ‘tuhan-tuhan sesembahan’ selain Allah.

    Sangat dipahami kekhawatiran Rasulullah saw terhadap sikap figuritas para sahabat kepada beliau saw, seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi dan Nasrani kepada para rahib dan orang-orang alim atau para Imam dan ulama-ulama mereka. Karenanya, Rasulullah saw melarang para sahabat berdiri untuk menghormatinya ketika beliau saw datang ke majelis atau tempat pertemuan mereka, sebagaimana Rasulullah saw melarang meninggikan makam seperti bangunan megah yang diagungkan dan dikeramatkan. Fenomena figuritas/sakralisasi/pengkultusan, biasanya menggejala di masyarakat paternalistic, yang cenderung bersikap ABS (Asal Bapak Senang). Mereka tidak hanya menerima pendapat figur atau tokoh mereka yang salah, tetapi mereka membelanya mati-matian, seakan-akan tokoh itu ma’sum (tidak pernah salah), padahal, manusia itu adalah tempatnya salah dan lupa. Bahkan cenderung mengagungkan tokoh itu, seolah-olah tokoh itu ‘tuhan’ dan si tokoh itu menganggap para pengikutnya ‘malaikat’ yang senantiasa setia dan patuh kepada titahnya tanpa syarat dan tanpa sikap kritis. Lain halnya dengan masyarakat Madani, yang wujud protipe-nya ada pada zaman Rasulullah saw di Madinah. Mereka menjunjung tinggi nilai-nilai ilahiah, tanpa mengurangi penghargaan sedikitpun kepada figur tokoh-tokoh masyarakatnya.

 Sumber: Tafsir Jalalain, Majalah Al-Wustho dan sumber lainnya.